Juru Kunci dalam Perspektif Islam |
Setelah beberapa waktu lalu berusaha untuk selalu mengupdate blog ini seputar berita jatuhnya Pesawat Sukhoi, mencari-cari sumber dari beberapa situs terkenal, ada satu berita yang membuat saya Mengernyitkan dahi seputar tingkah dan keyakinan Sang Juru Kunci Gunung Salak (baca disini), lalu apakah profesi Juru Kunci itu dibolehkan dalam Islam ataukah sebaliknya...??
Tanya jawab dibawah ini saya ambil dari http://syariahonline.com.
Untuk memperdalam kajian seputar aktivitas Juru Kunci, sahabat bisa baca disini (Bagaimana Seharusnya Seorang Muslim Menilai Sosok Mbah Maridjan)
-----------------------
Pertanyaan.
Assalammu’alaikum
ustad, apakah hukumnya menjadi juru kunci (seperti juru kunci makam, gunung, dll)? apakah hal ini berhubungan dengan hal-hal mistis?
Lalu bagaimana hukumnya bila seseorang demi menjaga amanah kerjanya, dia rela mempertaruhkan nyawanya (seperti juru kunci gunung merapi yg meninggal baru-baru ini)
syukron ustad. wass
arif – jawa timur
ustad, apakah hukumnya menjadi juru kunci (seperti juru kunci makam, gunung, dll)? apakah hal ini berhubungan dengan hal-hal mistis?
Lalu bagaimana hukumnya bila seseorang demi menjaga amanah kerjanya, dia rela mempertaruhkan nyawanya (seperti juru kunci gunung merapi yg meninggal baru-baru ini)
syukron ustad. wass
arif – jawa timur
Jawaban.
Assalamu alaikum wr.wb.
Mas Arif yang mengharap rahmat Allah
Sebenarnya hukum sebuah pekerjaan bergantung kepada kesesuaiannya atau tidak dengan batasan agama. Apabila tugas juru kunci yang dimaksud adalah memberikan pelayanan, baik kebersihan, penjagaan dari perusakan dan pencurian, maka tentunya hal ini adalah dibolehkan.
Namun jika yang dimaksudkan dengan juru kunci adalah sebagai perantara antara alam ghaib dan alam manusia, serta diyakini memiliki kekuatan mistik maka ini bukan sebuah amanah, melainkan bentuk kemusyrikan.
Allah swt menyatakan bahwa pengetahuan alam ghaib seluruhnya adalah kuasa Allah, jangankan manusia biasa, para rasul pun tidak semuanya mengetahui alam ghaib. Allah menyatakan dalam surat al-jin
“(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (QS. Al-Jin ayat 26-27)
Adapun demi menjaga kepercayaan, maka seseorang rela untuk meninggal, maka ini tidak dibenarkan.
Allah melarang seseorang menempatkan dirinya dalam kebinasaan, sebagaimana dalam firman-Nya :
“…dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” (QS. Al-Baqarah ayat 195)
Adapun memberi sesaji, maka hal ini akan menuai murka Allah.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad : telah menceritakan kepada kami Abdullah ia berkata; Aku membacakan kepada ayahku Telah menceritakan kepadamu Amru bin Mujammi’ telah menceritakan kepada kami Ibrahim Al Hajari dari Abu Al Ahwash dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya yang pertama kali mempersembahkan sesaji dan menyembah patung adalah Abu Khuza’ah Amru bin Amir, dan sungguh aku melihatnya menyeret usus-ususnya di neraka.”
Telah menceritakan kepada kami Abdullah ia berkata; Aku membacakan kepada ayahku; Telah menceritakan kepadamu Husain bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Yazid bin ‘Atha` dari Abu Ishaq Al Hajari dari Abu Al Ahwash dari Abdullah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti itu namun tanpa menyebutkan lafadz “Dan menyembah berhala-berhala.” (Ahmad no 4038)
Semoga Bermanfaat.
Assalamu alaikum wr.wb.
Mas Arif yang mengharap rahmat Allah
Sebenarnya hukum sebuah pekerjaan bergantung kepada kesesuaiannya atau tidak dengan batasan agama. Apabila tugas juru kunci yang dimaksud adalah memberikan pelayanan, baik kebersihan, penjagaan dari perusakan dan pencurian, maka tentunya hal ini adalah dibolehkan.
Namun jika yang dimaksudkan dengan juru kunci adalah sebagai perantara antara alam ghaib dan alam manusia, serta diyakini memiliki kekuatan mistik maka ini bukan sebuah amanah, melainkan bentuk kemusyrikan.
Allah swt menyatakan bahwa pengetahuan alam ghaib seluruhnya adalah kuasa Allah, jangankan manusia biasa, para rasul pun tidak semuanya mengetahui alam ghaib. Allah menyatakan dalam surat al-jin
“(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (QS. Al-Jin ayat 26-27)
Adapun demi menjaga kepercayaan, maka seseorang rela untuk meninggal, maka ini tidak dibenarkan.
Allah melarang seseorang menempatkan dirinya dalam kebinasaan, sebagaimana dalam firman-Nya :
“…dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” (QS. Al-Baqarah ayat 195)
Adapun memberi sesaji, maka hal ini akan menuai murka Allah.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad : telah menceritakan kepada kami Abdullah ia berkata; Aku membacakan kepada ayahku Telah menceritakan kepadamu Amru bin Mujammi’ telah menceritakan kepada kami Ibrahim Al Hajari dari Abu Al Ahwash dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya yang pertama kali mempersembahkan sesaji dan menyembah patung adalah Abu Khuza’ah Amru bin Amir, dan sungguh aku melihatnya menyeret usus-ususnya di neraka.”
Telah menceritakan kepada kami Abdullah ia berkata; Aku membacakan kepada ayahku; Telah menceritakan kepadamu Husain bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Yazid bin ‘Atha` dari Abu Ishaq Al Hajari dari Abu Al Ahwash dari Abdullah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti itu namun tanpa menyebutkan lafadz “Dan menyembah berhala-berhala.” (Ahmad no 4038)
Semoga Bermanfaat.
No comments:
Post a Comment